Senin, 13 Juni 2011

KOROSI OLEH AIR PENDINGIN


Manik Priandani
Corrosion & Process Engineer

Korosi oleh air pendingin pada rentang temperatur air biasanya disebabkan oleh gas-gas terlarut (CO2, O2, dsb) dan garam-garam terlarut (sulfat, NaCl, bikarbonat, dll).
Komponen paling berpengaruh pada korosivitas air adalah ion chlorida. Ion chlorida meningkatkan korosi baja dalam air sampai konsentrasi 6000 ppm. Pada konsentrasi lebih pekat, pengaruh chlorida berkurang sebagai akibat berkurangnya kelarutan oksigen dalam larutan garam chlorida.

Kombinasi antara chlorida dengan laju alir akan meningkatkan korosivitas air tidak hanya terhadap baja, tetapi juga terhadap paduan tembaga. Bahan konstruksi yang dianggap paling tahan terhadap air dengan salinitas tinggi dan laju alir normal dalam alat penukar panas (2,4 sampai 3,6 m/s) adalah Cupronikel 90-10 (C70600).

Chlorida juga dapat menyebabkan pitting pada aluminium, baja tahan karat, dan paduan yang mengandung chrom. Chlorida juga dianggap sebagai penyebab korosi retak tegang pada baja tahan karat austenitik. Walaupun baja tahan karat tipe 304 atau 316 tahan terhadap sisi proses, tetapi bila kondisi sisi air mendukung terjadinya pitting atau korosi retak tegang, maka sebagai bahan konstruksi harus dipilih dari baja tahan karat khusus, misalnya : S31254, S31803; atau paduan Nikel (N08367, N08028, N08320).

Pada umumnya air pendingin mengandung banyak oksigen terlarut karena kontak dengan udara bebas, namun kondisi anaerobik juga dapat terjadi, misalnya pada saat shut down, atau pada permukaan yang tertutup kerak atau endapan. Dalam keadaan seperti di atas, ada kemungkinan terjadi serangan korosi oleh bakteri pereduksi sulfat yang menghasilkan zat-zat korosif terhadap baja dan paduan tembaga, seperti hidrogen sulfat dan sulfur terlarut.

Bentuk korosi lain yang mungkin terjadi pada sistem air pendingin adalah crevice corrosion, baik pada celah mekanik (sambungan ulir, antar muka flange, sambungan yang diroll) maupun di bawah endapan, film, atau kerak. Korosi celah terutama disebabkan oleh sel konsentrasi oksigen, dengan daerah permukaan yang miskin oksigen berfungsi sebagai anoda dan terkorosi secara intensif.

Kehadiran chlorida akan memperparah keadaan dengan terciptanya mekanisme autokatalitik yang mempercepat korosi celah. Dalam sistem air pendingin sering terbentuk kerak di permukaan penukar panas, sebagai akibat dari turunnya kelarutan kalsium karbonat dan magnesium karbonat dengan kenaikan temperatur.

Pengendapan kerak di permukaan alat penukar panas, selain menurunkan efektivitas perpindahan panas, juga dapat mengakibatkan korosi celah dan meningkatkan konsentrasi clorida karena terabsorpsi oleh endapan kapur tersebut.

Penanggulangan Korosi karena Air Pendingin
 Terbentuknya kerak dapat dihindari dengan cara mengendalikan indeks saturasi air (untuk sistem resirkulasi),
 Membuat rancang bangun alat penukar panas sedemikian sehingga temperatur permukaan penukar panas tidak melampaui temperatur pengendapan kerak.


Manik Priandani, Bontang, 13 Juni 2011

Rabu, 08 Juni 2011

MENGAPA KATALIS PRIMARY REFORMER PERLU DIKANTONGI?


Oleh : Manik Priandani
Process Engineer - Bontang

Terdapat beberapa perlakuan khusus sebelum katalis dituangkan (diloadingkan) ke dalam Reaktor (baik Reaktor berbentuk tubular ataupun berbentuk Vessel).

Salah satu kegiatan yang masuk di dalamnya adalah pelaksanaan screening katalis (bila terdapat banyak debu dan pecahan katalis) dan pengantongan katalis Primary Reformer (bila ada kegiatan penggantian katalis Primary Reformer). Perihal Screening Katalis sudah diketahui secara umum sebagai kegiatan pemisahan katalis yang utuh dari pecahan-pecahan katalis, debu, maupun benda-benda asing yang lain sehingga tidak terbawa masuk ke dalam vessel Reaktor atau tube Reformer yang dapat mengganggu berlangsungnya proses produksi.

Sedangkan untuk Primary Reformer sebagai Reaktor yang berbentuk tubular, diperlukan pengantongan Katalis untuk menjamin terdistribusinya secara merata katalis ke dalam tube katalis yang jumlahnya bisa lebih dari seratus (100) buah tube. Ketidakmerataan distribusi akan mempengaruhi kinerja katalis Primary Refomer yang akhirnya juga berpengaruh kepada Konsumsi Energi maupun Relialibity Pabrik setelah pabrik beroperasi.

Ketidakmerataan “jumlah” atau lebih tepatnya disebut volume katalis di dalam masing-masing tube, salah satunya akan ditunjukkan oleh tingginya deviasi pressure drop tube individual terhadap pressure drop rata-rata seluruh tube yang ada. Bila deviasi tube mencapai > +5 % maka katalis harus diunload kembali, sedangkan bila < - 5 % katalis perlu ditambah dan dilakukan vibrasi sehingga tercapai angka yang diinginkan.

Sepertinya Pengantongan katalis terlihat merupakan pekerjaan yang mudah, namun beberapa hal penting perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan “pengantongan” ini. Tindakan “Pengantongan katalis” ini bukan sekedar untuk menimbang berat, namun untuk memperkirakan secara lebih akurat “volume katalis” yang masuk ke dalam masing-masing tube. Perlu diketahui bahwa Bulk Density katalis tidak selalu = 1 kg/liter, bahkan biasanya kurang dari 1 kg/liter karena struktur katalis sebenarnya berpori.

Kantong katalis beberapa tahun yang lalu masih menggunakan “kantong kresek” biasa, yang mempunyai banyak kelemahan antara lain mudah sobek (sehingga banyak katalis terbuang), memungkinkan volume katalis yang tidak seragam pada setiap kantongnya, dan harus dibantu dengan cute jeans atau sejenisnya untuk memasukkannya ke dalam tube, dan peluang terjadi kesalahan perhitungan jumlah kresek katalis saat dituang ke dalam cute untuk setiap tube menjad lebih besar. Kekurangan-kekurangan ini mengurangi efisiensi dan efektifitas kerja pada saat loading katalis Primary Reformer.

Perbaikan yang dilakukan untuk prosedur pengantongan dengan cara membuat “pilot tube” dengan ketinggian tertentu yang terbuat dari pralon bekas yang mempunyai diameter hampir sama dengan tube yang akan diloading. Kemudian dilakukan uji coba untuk menuang katalis dengan beberapa kali vibrasi untuk meyakinkan Bulk Density dari katalis (walau dari manufacture telah mencantumkan Buk Density katalis). Kemudian menghitung kebutuhan katalis untuk tiap tube (dengan data-data yang sudah diperoleh). Berat katalis ditentukan. Kemudian dilakukan penimbangan dilanjutkan dengan mengantonginya di dalam kantong plastik (polyethilene) silinder transparan dengan diameter tertentu yang cukup kuat (tidak mudah sobek) dengan panjang tertentu sehingga mudah diangkat. Beberapa kantong dengan “berat” (volume) yang sama disiapkan, kemudian kantong-kantong ini dijadikan acuan untuk pengantongan katalis-katalis berikutnya.

Kemasan katalis yang mirip guling ini disimpan dalam jumbo bag sehingga mudah dibawa ke lokasi (lapangan) saat loading katalis dilakukan.

Pada saat pelaksanaan loading, kebutuhan seberapa banyak kantong plastik untuk setiap tube diketahui, sehingga di lapangan tinggal disiapkan seberapa banyak “guling” katalis yang akan diloadingkan ke dalam setiap tube pada saat loading tahap pertama dan selanjutnya.

Prosedur loading dengan cara mengikat guling katalis dengan tali, dan kantong plastik bagian atas diikat, namun bagian bawah dilengketkan dengan bantuan sedikit selotip, sehingga saat mencapai kedalaman tube tertentu, selotip akan terbuka karena hentakan tali.

Dengan cara ini, jumlah katalis yang terbuang menjadi lebih sedikit karena kantong tidak mudah sobek dan kuat, pelaksanaan loading menjadi lebih mudah, dan kemungkinan dilakukan unload katalis kembali akibat terlalu padatnya (terlalu banyaknya) katalis yang diloading akan sangat kecil sehingga pekerjaan berlangsung lancar.


Bontang, MP, 07 Juni 2011