Minggu, 06 November 2011

RO (REVERSE OSMOSIS) DESALINASI


Oleh : Manik Priandani
Process Engineer
Bontang


Unit Desalinasi berteknologi Reverse Osmosis (RO) memerlukan energi panas yang cukup rendah dibandingkan type Thermal Desalinasi. Mekanisme Reverse Osmosis adalah ”kebalikan” dari proses Osmosa yang mempunyai fenomena terjadinya perpindahan cairan dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi, seperti yang terjadi pada proses penyerapan sari-sari makanan dari dalam tanah oleh akar tumbuhan.

Air industri merupakan bahan baku utama pembuatan steam untuk keperluan pabrik. Steam digunakan sebagai fluida penggerak dan pemanas di pabrik amoniak/urea/utility serta sebagai bahan baku utama pembuatan amoniak. Karena merupakan salah satu bahan baku yang sangat vital, maka ketersediaan air industri dengan jumlah yang mencukupi hampir bersifat mutlak.

Kebutuhan air industri era sebelum tahun 1980 pada umumnya disuplai dari unit Desalinasi yang menggunakan teknologi Thermal Destilasi, yaitu proses pemisahan air dari kandungan garam-garam yang ada di dalam air laut dengan proses thermal desalinasi menggunakan steam sehingga dihasilkan air tawar atau raw condensate yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan.

Untuk meningkatkan fleksibilitas suplai air industri untuk keseluruhan pabrik, maka perlu penggunaan teknologi baru yaitu Teknologi Reverse Osmosis. Teknologi RO ini bersifat lebih hemat dalam pemakaian Energy dibanding teknologi Thermal Destilasi, karena berkurangnya pemakaian steam untuk pemanas, dan sedikit peningkatan dalam kebutuhan listrik; namun sesuai neraca total energy, diperlukan energy yang jauh lebih sedikit.

TEORI DASAR REVERSE OSMOSIS
Bila dalam bejana dimasukkan dua larutan yang berbeda konsentrasi dan dipisahkan oleh suatu sekat yang dapat dilalui oleh cairan (membrane semi permeable), maka akan terjadi perpindahan cairan dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi. Perpindahan akan berlangsung hingga tercapai kesetimbangan, hal ini dapat terlihat dengan adanya perbedaan tinggi larutan sebelum dan sesudahnya. Peristiwa ini disebut osmosis. Besarnya tekanan untuk menghasilkan perbedaan tinggi disebut tekanan osmosis atau osmotic pressure (π). Tekanan osmosis spesifik untuk setiap cairan (larutan), tergantung dari konsentrasi dan jenis larutan.

Untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi lebih rendah maka diperlukan driving force untuk melawan tekanan osmosis tersebut, agar terjadi aliran balik atau osmosa balik (Inggris = Reverse Osmosis). Sehingga dalam sistem ini diperlukan tekanan yang cukup tinggi, hingga mencapai 60 kg/cm2.

Membran RO terbuat dari lembaran-lembaran yang berbeda pada setiap lapisannya. Dengan ukuran pori-pori terkecil hingga 0,0001 micron, membuat membrane mampu menyaring partikel besar maupun kecil hingga seukuran bakteri dalam air. Komponen-komponen akan terpisah berdasarkan ukuran dan bentuknya, dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Hasil pemisahan berupa retentate (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate (bagian dari campuran yang melewati membran). Bahan membran yang digunakan biasanya adalah selulosa asetat, komposit, poliamida, dan lain-lain, dengan modul tubular, spiral wound, flat sheet, atau hollow fiber.

Desalinasi dengan teknologi RO menggunakan bahan kimia antara lain Asam Sulfat (H2SO4), Anti scalant, SMBS (Sodium Meta Bi-Sulfit), NaOCl, dan Sodium Hidroksida (NaOH) untuk membantu pengaturan pH, penghilang kerak, dan pembunuh bakteri, alga, serta microorganisma.

Dan tidakkah orang-orang yang tidak percaya melihat bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak mempercayai? (Al-Anbiya’, ayat 30).

Bontang, MP, 06 November 2011.

Senin, 13 Juni 2011

KOROSI OLEH AIR PENDINGIN


Manik Priandani
Corrosion & Process Engineer

Korosi oleh air pendingin pada rentang temperatur air biasanya disebabkan oleh gas-gas terlarut (CO2, O2, dsb) dan garam-garam terlarut (sulfat, NaCl, bikarbonat, dll).
Komponen paling berpengaruh pada korosivitas air adalah ion chlorida. Ion chlorida meningkatkan korosi baja dalam air sampai konsentrasi 6000 ppm. Pada konsentrasi lebih pekat, pengaruh chlorida berkurang sebagai akibat berkurangnya kelarutan oksigen dalam larutan garam chlorida.

Kombinasi antara chlorida dengan laju alir akan meningkatkan korosivitas air tidak hanya terhadap baja, tetapi juga terhadap paduan tembaga. Bahan konstruksi yang dianggap paling tahan terhadap air dengan salinitas tinggi dan laju alir normal dalam alat penukar panas (2,4 sampai 3,6 m/s) adalah Cupronikel 90-10 (C70600).

Chlorida juga dapat menyebabkan pitting pada aluminium, baja tahan karat, dan paduan yang mengandung chrom. Chlorida juga dianggap sebagai penyebab korosi retak tegang pada baja tahan karat austenitik. Walaupun baja tahan karat tipe 304 atau 316 tahan terhadap sisi proses, tetapi bila kondisi sisi air mendukung terjadinya pitting atau korosi retak tegang, maka sebagai bahan konstruksi harus dipilih dari baja tahan karat khusus, misalnya : S31254, S31803; atau paduan Nikel (N08367, N08028, N08320).

Pada umumnya air pendingin mengandung banyak oksigen terlarut karena kontak dengan udara bebas, namun kondisi anaerobik juga dapat terjadi, misalnya pada saat shut down, atau pada permukaan yang tertutup kerak atau endapan. Dalam keadaan seperti di atas, ada kemungkinan terjadi serangan korosi oleh bakteri pereduksi sulfat yang menghasilkan zat-zat korosif terhadap baja dan paduan tembaga, seperti hidrogen sulfat dan sulfur terlarut.

Bentuk korosi lain yang mungkin terjadi pada sistem air pendingin adalah crevice corrosion, baik pada celah mekanik (sambungan ulir, antar muka flange, sambungan yang diroll) maupun di bawah endapan, film, atau kerak. Korosi celah terutama disebabkan oleh sel konsentrasi oksigen, dengan daerah permukaan yang miskin oksigen berfungsi sebagai anoda dan terkorosi secara intensif.

Kehadiran chlorida akan memperparah keadaan dengan terciptanya mekanisme autokatalitik yang mempercepat korosi celah. Dalam sistem air pendingin sering terbentuk kerak di permukaan penukar panas, sebagai akibat dari turunnya kelarutan kalsium karbonat dan magnesium karbonat dengan kenaikan temperatur.

Pengendapan kerak di permukaan alat penukar panas, selain menurunkan efektivitas perpindahan panas, juga dapat mengakibatkan korosi celah dan meningkatkan konsentrasi clorida karena terabsorpsi oleh endapan kapur tersebut.

Penanggulangan Korosi karena Air Pendingin
 Terbentuknya kerak dapat dihindari dengan cara mengendalikan indeks saturasi air (untuk sistem resirkulasi),
 Membuat rancang bangun alat penukar panas sedemikian sehingga temperatur permukaan penukar panas tidak melampaui temperatur pengendapan kerak.


Manik Priandani, Bontang, 13 Juni 2011

Rabu, 08 Juni 2011

MENGAPA KATALIS PRIMARY REFORMER PERLU DIKANTONGI?


Oleh : Manik Priandani
Process Engineer - Bontang

Terdapat beberapa perlakuan khusus sebelum katalis dituangkan (diloadingkan) ke dalam Reaktor (baik Reaktor berbentuk tubular ataupun berbentuk Vessel).

Salah satu kegiatan yang masuk di dalamnya adalah pelaksanaan screening katalis (bila terdapat banyak debu dan pecahan katalis) dan pengantongan katalis Primary Reformer (bila ada kegiatan penggantian katalis Primary Reformer). Perihal Screening Katalis sudah diketahui secara umum sebagai kegiatan pemisahan katalis yang utuh dari pecahan-pecahan katalis, debu, maupun benda-benda asing yang lain sehingga tidak terbawa masuk ke dalam vessel Reaktor atau tube Reformer yang dapat mengganggu berlangsungnya proses produksi.

Sedangkan untuk Primary Reformer sebagai Reaktor yang berbentuk tubular, diperlukan pengantongan Katalis untuk menjamin terdistribusinya secara merata katalis ke dalam tube katalis yang jumlahnya bisa lebih dari seratus (100) buah tube. Ketidakmerataan distribusi akan mempengaruhi kinerja katalis Primary Refomer yang akhirnya juga berpengaruh kepada Konsumsi Energi maupun Relialibity Pabrik setelah pabrik beroperasi.

Ketidakmerataan “jumlah” atau lebih tepatnya disebut volume katalis di dalam masing-masing tube, salah satunya akan ditunjukkan oleh tingginya deviasi pressure drop tube individual terhadap pressure drop rata-rata seluruh tube yang ada. Bila deviasi tube mencapai > +5 % maka katalis harus diunload kembali, sedangkan bila < - 5 % katalis perlu ditambah dan dilakukan vibrasi sehingga tercapai angka yang diinginkan.

Sepertinya Pengantongan katalis terlihat merupakan pekerjaan yang mudah, namun beberapa hal penting perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan “pengantongan” ini. Tindakan “Pengantongan katalis” ini bukan sekedar untuk menimbang berat, namun untuk memperkirakan secara lebih akurat “volume katalis” yang masuk ke dalam masing-masing tube. Perlu diketahui bahwa Bulk Density katalis tidak selalu = 1 kg/liter, bahkan biasanya kurang dari 1 kg/liter karena struktur katalis sebenarnya berpori.

Kantong katalis beberapa tahun yang lalu masih menggunakan “kantong kresek” biasa, yang mempunyai banyak kelemahan antara lain mudah sobek (sehingga banyak katalis terbuang), memungkinkan volume katalis yang tidak seragam pada setiap kantongnya, dan harus dibantu dengan cute jeans atau sejenisnya untuk memasukkannya ke dalam tube, dan peluang terjadi kesalahan perhitungan jumlah kresek katalis saat dituang ke dalam cute untuk setiap tube menjad lebih besar. Kekurangan-kekurangan ini mengurangi efisiensi dan efektifitas kerja pada saat loading katalis Primary Reformer.

Perbaikan yang dilakukan untuk prosedur pengantongan dengan cara membuat “pilot tube” dengan ketinggian tertentu yang terbuat dari pralon bekas yang mempunyai diameter hampir sama dengan tube yang akan diloading. Kemudian dilakukan uji coba untuk menuang katalis dengan beberapa kali vibrasi untuk meyakinkan Bulk Density dari katalis (walau dari manufacture telah mencantumkan Buk Density katalis). Kemudian menghitung kebutuhan katalis untuk tiap tube (dengan data-data yang sudah diperoleh). Berat katalis ditentukan. Kemudian dilakukan penimbangan dilanjutkan dengan mengantonginya di dalam kantong plastik (polyethilene) silinder transparan dengan diameter tertentu yang cukup kuat (tidak mudah sobek) dengan panjang tertentu sehingga mudah diangkat. Beberapa kantong dengan “berat” (volume) yang sama disiapkan, kemudian kantong-kantong ini dijadikan acuan untuk pengantongan katalis-katalis berikutnya.

Kemasan katalis yang mirip guling ini disimpan dalam jumbo bag sehingga mudah dibawa ke lokasi (lapangan) saat loading katalis dilakukan.

Pada saat pelaksanaan loading, kebutuhan seberapa banyak kantong plastik untuk setiap tube diketahui, sehingga di lapangan tinggal disiapkan seberapa banyak “guling” katalis yang akan diloadingkan ke dalam setiap tube pada saat loading tahap pertama dan selanjutnya.

Prosedur loading dengan cara mengikat guling katalis dengan tali, dan kantong plastik bagian atas diikat, namun bagian bawah dilengketkan dengan bantuan sedikit selotip, sehingga saat mencapai kedalaman tube tertentu, selotip akan terbuka karena hentakan tali.

Dengan cara ini, jumlah katalis yang terbuang menjadi lebih sedikit karena kantong tidak mudah sobek dan kuat, pelaksanaan loading menjadi lebih mudah, dan kemungkinan dilakukan unload katalis kembali akibat terlalu padatnya (terlalu banyaknya) katalis yang diloading akan sangat kecil sehingga pekerjaan berlangsung lancar.


Bontang, MP, 07 Juni 2011

Kamis, 10 Februari 2011

KOROSI DI UNIT SINTESA AMONIAK (AMMONIA SYNTHESIS)


Oleh : Manik Priandani
Corrosion & Process Engineer
Bontang-Indonesia


A.PENDAHULUAN
Amoniak adalah bahan baku utama dalam pembuatan pupuk nitrogen. Disimpan dan diangkut dalam bentuk cairan bebas air.

Ammonia anhydrous tidak korosif, kecuali terhadap beberapa paduan dasar tembaga (Cu) dan dasar Nikel (Copper base alloy dan nickel base alloy) dalam lingkungan akuatik yang mengandung oksigen atau agensia pengoksidasi.

Ammonia dibuat dengan reaksi katalitik antara 3 volume hidrogen dengan satu volume nitrogen pada tekanan tinggi (14 – 35 MPa) dan temperatur sekitar 370°C.
Hidrogen untuk gas sintesa dapat diperoleh dari reformasi gas alam, atau dari reaksi gas CO dengan kukus (H2O). Sedangkan Nitrogen (dapat) diperoleh dari udara.

B.SINTESIS AMMONIA
- Gas-gas sintesa didispersikan melalui katalis katalis ferrioksida yang dicampur dengan Al-oksida atau potasiumoksida.
- Gas yang keluar dilewatkan ke dalam suatu feed gas preheater untuk memanfaatkan kalor yang terbawa.
- Setelah dingin, gas tersebut dikompresi dan dikondensasi menjadi ammonia cair.
- Cairan ammonia anhydrous disimpan pada tekanan atmosferik dan temperatur cryogenic -34°C.

C.MASALAH KOROSI DI SINTESA AMMONIA.
Karena ammonia disintesa pada temperatur tinggi (450-500°C), maka gas sintesa cenderung untuk menitridasi logam.

Nitridasi adalah proses masuknya unsur Nitrogen sebagai salah satu kontaminan yang korosif dalam lingkungan tereduksi (potensial oksigen yang rendah), baik atmosferik ataupun pada temperatur tinggi.

Oksidasi (udara) dengan temperatur tinggi tidak mengakibatkan serangan Nitridasi. Selama nitridasi, paduan menyerap Nitrogen dari lingkungan. Ketika Nitrogen yang masuk ke paduan sudah mencapai titik jenuh, nitrit terendapkan ke luar matriks dan masuk ke batas butir.Hal ini menyebabkan paduan menjadi getas.

Tekanan yang juga tinggi (14 – 35 MPa), menyebabkan terbentuknya senyawa carbamate yang korosif.

Kondensat ammonia anhydrous dapat menyebabkan korosi retak tegang pada baja bertegangan (stressed carbon steel) dan baja paduan rendah berkekuatan tinggi. Contoh : pegas pada inverted safety valve yang terbuat dari baja HSLA, rawan terhadap korosi retak tegang, sehingga perlu dilindungi dengan aluminium.

Penyimpanan ammonia cair dalam tangki baja menyebabkan terjadinya korosi di bawah isolator, akibat dari penyusupan kelembaban udara.

D.TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP SERANGAN KOROSI.
1). Menggunakan lapisan epoxy sebelum pemasangan isolator bejana dan pipa,
2). Ammonia tidak korosif terhadap besi tuang dan baja, namun karena ammonia berbahaya bagi manusia, lebih aman jika untuk valve tekanan tinggi digunakan baja yang ditempa, dan untuk temperatur rendah lebih baik digunakan baja tahan karat austenitik.
3). Penggunaan baja sebagai bahan konstruksi pada penanganan ammonia dapat menimbulkan masalah, seperti : korosi retak tegang, pada penyimpanan pada temperatur kamar, dan kegetasan pada temperatur rendah. Korosi retak tegang dapat diatasi dengan melakukan stress relief bejana penyimpanan pada 600°C,
4). Atau dengan inhibisi menggunakan sekitar 2000 ppm air.
5). Juga diperlukan tindakan pencegahan terhadap masuknya udara atau oksigen.

E.DAFTAR PUSTAKA
- Priandani, Manik, Makalah Pelatihan Korosi, Desember 2008, Tidak Dipublikasikan.


Manik Priandani, Bontang, 11 Februari 2011

Rabu, 09 Februari 2011

CATALYSTS HANDLING (Penanganan Katalis)


Oleh : Manik Priandani
Process & Corrosion Engineer
Bontang - Indonesia


A.Packing dan Penyimpanan

Katalis adalah bahan yang meningkatkan kecepatan dimana suatu reaksi kimia mencapai kesetimbangan. Pada umumnya katalis berbentuk padatan.

Katalis biasanya disimpan dalam drum dari baja lunak yang dilapisi oleh polyethene, sehingga aman untuk perjalanan darat, laut, maupun udara, maupun penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Contohnya : Katalis dengan berat bersih 155± 18 kg disimpan dalam drum dengan ukuran : tinggi = 88 cm dan diameter = 59 cm.

Dalam penyimpanannya katalis akan tetap dalam kondisi bagus pada temperatur antara -50°C - 50°C asalkan dijaga selalu kering. Pada kondisi yang sangat lembab, katalis perlu disimpan dalam ruangan ber-AC.

B.Tinjauan Dari Segi Safety

1). Katalis Bekas :
Untuk Katalis bekas yang bersifat pyrophoric (misalnya katalis yang telah dipakai di Reaktor Ammonia Converter) harus dipisahkan dari bahan mudah terbakar. Katalis ini sangat mudah terbakar bila bertemu langsung dengan Oksigen. Proses pendinginan katalis ini memerlukan waktu yang lama, sehingga perlu dilakukan secara hati-hati dan menggunakan teknik unload yang benar dan peralatan yang mendukung.

2). Pembentukan Nikel Carbonil (Ni(CO4)) yang bersifat racun :
Nikel Carbonil terbentuk pada katalis Nikel dalam kondisi tereduksi yang terpapar pada gas CO dalam temperatur < 150°C. Sehingga kondisi adanya gas CO dengan temperature < 150C di dalam lingkungan yang kaya CO perlu dihindari dengan menjaga salah satu kondisi tersebut tidak terpenuhi.

3). Memasuki Vessel yang Berisi Katalis dalam Kondisi Terblanket :
Untuk menjaga agar katalis tetap dalam kondisi tereduksi, pada saat pabrik shut down atau mati, katalis biasanya di-blanket oleh Gas Nitrogen atau Inert Gas. Sehingga dilarang masuk ke vessel yang mengandung inert gas tanpa memakai peralatan keselamatan yang tepat.

4). Debu Katalis :
Katalis terbuat dari unsur logam ataupun oksida logam yang berisiko tinggi terhadap kulit, mata, dan sistem pernafasan.


C.Screening Katalis

Bertujuan untuk memisahkan Katalis yang utuh dengan pecahan-pecahan katalis, debu, maupun benda-benda asing yang lain, sehingga katalis siap untuk diloading atau dipakai.

Yang perlu diperhatikan dalam screening katalis adalah :
1.Digunakan udara kering untuk meniup kotoran dan debu. Katalis tidak boleh basah baik saat screening, penyimpanan, maupun pemakaian.
2.Ayakan dipasang miring agar katalis yang utuh dapat menggelinding dengan baik menuju drum penampung.
3.Katalis tidak pecah sampai masuk drum penampung.


Daftar Pustaka :

1). Twigg, M.V., Catalyst Handbook, 2nd ed. 1989, Wolfe Publishing Ltd.
2). CCIFE Catalyst Handbook
4). Manik Priandani, Bahan Presentasi Katalis (Konsep Dasar), Makalah, Tidak dipublikasikan, 2008, Bontang.


Bontang, MP, 09 Februari 2011.

Senin, 31 Januari 2011

KOROSI DAN PENCEGAHANNYA DI UNIT REFORMER GAS ALAM


Oleh : Manik Priandani
Process & Corrosion Engineer
Bontang


A. Proses Yang terjadi di Unit Reformer Gas Alam :
Setelah dibersihkan dari senyawa belerang, gas alam dipanaskan dan dicampur dengan kukus sampai mencapai temperatur 550°. Campuran gas-kukus ini bereaksi secara endothermik dalam buluh-buluh reformer primer yang berisi katalis berbasis Nikel menurut persamaan berikut :
CH4 + H2O → CO + 3 H2

Kalor dipasok dari pembakaran gas alam atau bahan bakar yang lain. Dalam reformer primer, gas alam terkonversi sekitar 70 %.
Gas hasil reformasi primer yang keluar dari reformer pada temperatur 730-820°C memasuki reformer sekunder dan dicampur dengan udara untuk menghasilkan gas sintesis dengan perbandingan hidrogen : nitrogen = 3 : 1.

Kalor yang diperlukan untuk menuntaskan reformasi, diperoleh dari pembakaran campuran gas dan udara pada katalis berbasis Nikel seperti katalis pada reformer primer. Gas yang keluar Reformer Sekunder pada temperatur 950 - 1000°C, didinginkan dalam sebuah Waste Heat Boiler sampai 360°C.

Karena reformasi katalitik dengan kukus berlangsung pada temperatur tinggi (700-1000°C), maka material konstruksi reformer menjadi rawan terhadap korosi temperatur tinggi yang berdasar pada oksidasi logam. Belerang dan garam-garam terlarut dalam air umpan boiler yang terbawa dalam gas proses dapat mengakibatkan sulfidasi dan serangan garam-leleh pada buluh katalis dan jalur aliran fluida proses.

Jika perbandingan metana : kukus tidak tepat, Methana dan hidrokarbon lain dalam aliran umpan dapat mengakibatkan karburisasi logam pada temperatur operasi reformer. Fluktuasi harga perbandingan Metana / Kukus, bahkan dapat menimbulkan siklus karburisasi – oksidasi yang berakibat seperti pada metal dusting. Pengotor seperti Pb (timbal) dalam paduan bahan buluh reformer akan mempercepat reaksi oksidasi.

Endapan abu bahan bakar yang mengandung belerang, sodium, vanadium, di sisi luar buluh dapat mengakibatkan korosi oleh lelehan garam. Sulfidasi adalah masuknya sulfur ke dalam paduan sebagai kontaminan dalam lingkungan bersifat reduktif pada temperatur tinggi.

Karburisasi adalah peningkatan kadar karbon pada suatu logam / paduan logam akibat masuknya atom-atom C dari lingkungan ke dalam logam.Metal dusting adalah bentuk kasus karburisasi katastropik yang terjadi pada logam dasar besi dan nikel bila terpaparkan ke dalam lingkungan karburisatif dalam selang temperatur 450 - 950°C.

Lingkungan karburisatif adalah lingkungan yang dapat mengendapkan C ke permukaan logam, contohnya lingkungan yang mengandung CO-CO2, CH4 – H2 (atau hidrokarbon lain), CO – H2, atau campurannya.

Korosi lelehan Garam adalah korosi dalam lingkungan oksidatif yang diperhebat akibat adanya endapan garam di permukaan material yang meleleh (peningkatan laju korosi hanya dalam selang temperatur pada saat garam yang mengendap mencair. Lingkungan oksidatif adalah lingkungan dengan tekanan parsial oksigen dalam lingkungan lebih besar dari tekanan parsial oksigen kesetimbangan.

B. Penanggulangan Korosi di Unit Reformer
1). Dipakai konstruksi material tube yang dikenal sebagai HK 40, yaitu baja paduan yang mengandung 25 % Cr dan 20 % Ni, bahkan saat ini sudah diketemukan material yang jauh lebih baik lagi dibandingkan dengan HK 40.

2). Untuk melindungi bahan konstruksi perpipaan dan peralatan penunjang, digunakan linings dari bahan castable dan bata tahan api.


3). Untuk mencegah erosi terhadap bahan refraktori tersebut oleh aliran gas panas dan kecang, ditambahkan serutan baja tahan karat tipe 304 dan 321 pada refraktori dengan temperatur di bawah 900°C, dan serutan baja tahan karat tipe 310 pada refraktori dengan temperatur 900-1000°.


4). Baja tahan karat austenitik ini dipilih sebagai pelindung refraktori karena cukup tahan oksidasi, nitridasi, dan karburisasi dan harganya tidak semahal paduan Nikel tinggi yang memenuhi syarat ketahanan korosi temperatur tinggi.

5). Pemilihan bahan konstruksi yang tepat.

Korosi logam akan terus berjalan, namun dapat diperlambat atapun dikurangi dengan memanfaatkan akal budi manusia dalam memahami fenomena alam, lingkungan, maupun sifat logam itu sendiri (Manik Priandani).

Bontang, MP, 31 Januari 2011.

Senin, 17 Januari 2011

APA SAJA ISI KATALIS ITU?


Oleh : Manik Priandani
Process & Corrosion Engineer,
Bontang


Katalis adalah suatu bahan yang membantu meningkatkan kecepatan suatu reaksi sehingga mencapai kesetimbangan. Katalis pada umumnya lebih stabil bila dalam bentuk padatan. Pembuatan katalis padatan hampir mirip dengan membuat adonan kue kering. Bahan-bahan atau campuran di dalam katalis ini harus mengandung :
1.Bahan Utama
2.Bahan Penyangga (Support)
3.Bahan Aktivator

Bahan Utama: Unsur logam yang mampu untuk mereaksikan suatu reaksi yang dikehendaki, jadi misalnya untuk reaksi steam reforming diperlukan bahan atau unsure utama yang cocok dan sangat bagus dalam mempercepat reaksi Steam Reforming, antara lain Ni dan Co; atau unsur Fe untuk reaksi di Ammonia Converter.

Campuran berikutnya adalah :
Senyawa pendukung : yakni senyawa yang membantu agar bahan utama dapat terdistribusi dengan baik, antara lain Al2O3, CaO, MgO. Fungsi-fungsi lain dari senyawa pendukung ini adalah menjaga kestabilan fisik katalis, menginhibisi katalis dari sintering (seperti Cr2O3 yang dikonbinasikan dengan magnetite (Fe3O4), dan juga menangkap racun sehingga tidak mencapai “active sites” dari katalis.

Tanbahan lain adalah Bahan Aktivator :
Yakni unsur logam untuk meningkatkan kemampuan bahan utama, antara lain K, Ce, La. Kalium berfungsi mengurangi pembentukan carbon pada permukaan Nikel.
Komposisi katalis: tergantung pabrik pembuatnya. Pada umumnya , untuk katalis Steam Refoming mempunyai komposisi sebagai berikut :
NiO : 10 % – 34 %, Aktivator: 0 – 5 %, Sisanya support.


Secara umum, active catalyst agent harus disiapkan melalui satu atau lebih step proses kimia, seperti precipitation, leaching, thermal decomposition, dan thermal fusion.

Bentuk Geometri berpengaruh terhadap luas permukaan katalis dan pressure drop, sehingga ada yang berbentuk single hole, multi hole, tak beraturan, dsb-nya.
Ukuran katalis juga berpengaruh terhadap luas permukaan katalis dan pressure drop.

Untuk katalis yang memerlukan support, agent ini diproses agar mengendap pada support dengan cara disemprot (spraying atau soaking), kemudian diikuti pengeringan, kalsinasi, dan bila diperlukan dilanjutkan dengan aktivasi dengan metoda seperti reduksi dan oksidasi.
Produk-produk yang familiar terhadap kehidupan manusia dan dalam pembuatannya memerlukan bantuan katalis antara lain adalah : pupuk anorganik, sabun, obat-obatan, makanan, dsb-nya.

Begitulah….pembuatan katalis memang cukup ribet. Namun dengan kemampuan dan kemauan manusia yang telah dinobatkan sebagai kalifatullah di bumi dan dikarunia oleh Yang Maha Pandai kemampuan berpikir dan beradaptasi, maka manusia mampu me-rekayasa apa saja yang diciptakanNYA di dunia ini untuk kesejahteraan hidupnya.

Seperti tercantum dalam Al Qur’an, antara lain :

"Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". (az-Zumar 39: 9).


"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Hadiid, 57:25)


Bontang, MP, 18 Januari 2011

Sabtu, 08 Januari 2011

MENGAPA LOGAM TERKOROSI ?


Oleh : Manik Priandani
Process and Corrosion Engineer


Logam (bahasa Yunani: Metallon) adalah sebuah unsur kimia yang siap membentuk ion (kation) dan memiliki ikatan logam, dan kadangkala dikatakan mirip dengan kation di awan elektron. Metal atau logam adalah salah satu dari tiga kelompok unsur yang dibedakan oleh sifat ionisasi dan ikatan, bersama dengan metaloid dan non logam. Dalam tabel periodik, garis diagonal digambar dari Boron (B) ke Polonium (Po) untuk membedakan logam dari non logam. Unsur dalam garis ini adalah metaloid, kadangkala disebut semi-logam; unsur di kiri bawah adalah logam; unsur ke kanan atas adalah nonlogam.

Karena kelebihan-kelebihannya, maka logam sudah dipakai orang sejak ribuan tahun lalu. Unsur-unsur pertama yang dipakai oleh manusia secara langsung adalah emas dan tembaga, yakni dua logam yang ditemukan di alam bebas dalam keadaan murni. Emas terlalu lembek untuk dipakai sebagai perkakas atau senjata, namun di sekitar tahun 8000 Sebelum Masehi, tembaga sudah dapat ditempa menjadi perkakas-perkakas kasar. Tahun 4000 SM, orang Mesir mengetahui bahwa tembaga dapat diperoleh dengan memanaskan bijih tembaga ke dalam tungku, dan pada sekitar tahun 3000 SM, diketahui bahwa tembaga bila dipadukan dengan timah dapat dijadikan senjata ampuh dibandingkan bila dibuat dari logam murni.

Ikatan logam dalam struktur padatnya berbeda dengan ikatan bahan-bahan bukan logam. Perbedaan paling nyata adalah pada bahan bukan logam, elektron-elektron terlokalisasi secara kuat di sekitar atom-atom atau ion-ion induknya, kalau logam memiliki sejumlah elektron bebas yang bergerak ke seluruh bahan. Sehingga logam memiliki sifat penghantaran listrik.

Ada banyak alasan mengapa logam lebih bermanfaat dibandingkan unsur lain. Selain tidak tembus cahaya dan mengkilap, sifat khusus yang lain adalah ulet, menghantarkan panas dan listrik, serta kuat. Namun sayang, logam sangat dipengaruhi oleh korosi.

Apa itu korosi?
Korosi adalah penurunan mutu logam akibat reaksi Elektrokimia dengan lingkungannya.
Sedangkan lingkungan adalah keadaan sekeliling yang kontak dengan material / logam.
Lingkungan bisa berupa padatan, cairan, atau gas dengan kondisi komposisi kimia, temperatur, kecepatan alir, dsb-nya yang tertentu.

Apa itu reaksi elektrokimia?
Reaksi elektrokimia adalah reaksi yang melibatkan elektron, dan elektron mengalir dari anoda ke katoda.


Bagaimana Korosi Terjadi ?
Korosi terjadi bila ada 4 faktor yang saling melengkapi :
1.Anoda : di mana reaksi oksidasi (korosi) terjadi dan arus mengalir ke lingkungan.
2.Katoda : Di mana reaksi reduksi terjadi.
3.Elektrolit (Ionic Current Path) : pembawa arus (jembatan arus) antar anoda dan katoda
4.Transfer elektron (Electronic Path) / Hubungan Listrik : arus (antara katoda dan anoda) melewati metal (logam), untuk melengkapi sirkuit.

Keempat faktor di atas disebut elemen SEL (korosi) ELEKTROKIMIA.

Mekanisme Korosi Besi Dalam Larutan Asam :
Bila Logam (mis : besi) dicelupkan ke dalam larutan asam, maka reaksi yang terjadi adalah sbb :

Reaksi anodik : Fe <=> Fe 2+ + 2e-

Reaksi katodik :
2H+ + 2e- <=> H2 (asam)
2H2O + 2e- <=> H 2 + 2OH- (netral/basa)
O2 + 2H2O + 4e- <=> 4OH- (netral/basa)
O 2 + 4H+ + 4e- <=> 2H2O (asam)


Bagaimana korosi dicegah ?
Dengan menghilangkan salah satu dari keempat faktor (anoda, katoda, jembatan arus, transfer elektron) tersebut di atas.

Langkah-langkah pencegahan korosi antara lain adalah :
a. Menggunakan material yang lebih tahan korosi.
b. Memberi lapisan pelindung yang tahan korosi pada permukaan material.
c. Menambah inhibitor, menghilangkan elemen-elemen yang bersifat korosif (misalnya : air).
d. Proteksi Anodik / Katodik.
e. Memperbaiki desain , dsb-nya.


Bontang, MP, 08 Januari 2011

Selasa, 04 Januari 2011

GIRRAFE NECKING DI TUBE KATALIS REFORMER


Oleh : Manik Priandani
Process Engineering, PT Pupuk Kaltim, Bontang


Reformer adalah reaktor tempat terjadinya reaksi “steam reforming”. Yakni reaksi yang melibatkan gas bumi dengan steam atau air, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :

CnHm + n H2O === n CO + (n + m/2) H2 (-∆Ho298<0)
CH4 + H2O === CO + 3H2 (-∆Ho298 = -49.27 kcal/mol)
CO + H2O === CO2 + H2 (-∆Ho298 = 9.84 kcal/mol)

Reaksi steam reforming membutuhkan panas karena reaksinya endotermis. Kebutuhan panasnya sangat besar sehingga dibutuhkan perpindahan panas yang baik. Untuk mendapatkan perpindahan panas yang baik dibutuhkan luas permukaan yang besar. Oleh karena itu reaktor reformer dibuat dalam bentuk buluh (tubular).

Yang dimaksud tubular reformer adalah reaktor (tempat terjadinya reaksi) dimana katalis dimasukkan ke dalam tube kemudian ditempatkan dalam furnace yang dilengkapi dengan burner lalu dibakar dengan menggunakan fuel gas / gas bumi pada umumnya.

Kasus terbentuknya pola Leher Jerapah (Girrafe Necking) dan pola-pola lain seperti Tiger Tailing, Hot Band, dan Hot Tube di Tube Katalis Reformer pada umumnya disebabkan oleh terbentuknya Carbon dan/atau terikutnya Sulfur yang terkandung dalam gas proses.

Mengapa Sulfur menjadi racun katalis Steam Reforming?
Pada umumnya katalis yang dipakai di Steam Reforming adalah Nikel. Nikel merupakan sulfur absorbent yang sangat baik. Dalam jumlah sangat sedikit saja akan menyebabkan deaktivasi katalis total. Deaktivasi artinya berkurangnya keaktifan katalis. Dapat terjadi secara kimiawi dan secara fisik.

A. Deaktivasi secara kimiawi:
- Oksidasi katalis: katalis mengalami oksidasi kembali ke NiO.
Dapat terjadi apabila H2 pada umpan kurang. Ni bereaksi dengan H2O membentuk NiO

- Keracunan (poisoning): terjadi apabila senyawa aktif (Ni) bereaksi dengan senyawa racun (misal S, Cl membentuk NiS, NiCl2) sehingga senyawa aktif tersebut tidak dapat mereaksikan gas bumi.

B. Deaktivasi secara fisik terjadi apabila katalis menjadi tidak aktif karena perubahan fisik atau adanya suatu benda/padatan yang menutupi senyawa aktif sehingga tidak dapat kontak dengan reaktan, antara lain :
- Karbonisasi
- Sintering

Yang perlu diperhatikan agar hal tersebut di atas tidak terjadi adalah :
*) Ratio S/C ( steam to carbon ratio), Pressure drop, Temperatur outlet gas, CH4 leak dijaga dalam kisaran yang dianjurkan.
*) T approach (Tapch) yaitu selisih Tout gas dengan T kesetimbangan, Tapch < 40oC (performance katalis masih baik).
*) Kandungan Sulfur gas proses yang masuk ke Reformer harus < 0,01 ppm.


Bila kejadian tersebut terlanjur terjadi, maka tindakan yang dilakukan disebut mereaktivasi Katalis. Prinsip dari Reaktivasi Katalis yaitu mereduksi kembali katalis yang telah teroksidasi. Reaktivasi katalis Reformer antara lain adalah dengan metode :
a). Decoking
- Proses penghilangan karbon (coke) pada katalis.
Dapat dilakukan dengan:
# Steam: Reaksi berjalan lambat.
# Udara (O2): Reaksi cepat, perlu hati-hati karena reaksi sangat eksotermis atau kenaikan T tinggi.

b). Sulfur Removal / Regenerasi
- Proses penghilangan racun Sulfur dari katalis.
- Dengan cara steaming atau reaksi dengan udara (O2).

Dengan tindakan di atas, diharapkan kinerja katalis akan membaik, karena Carbon dan Sulfur yang “menempel” telah hilang / berkurang sehingga reaksi Steam Reforming berlangsung dengan baik, dan selanjutnya tube katalis bebas dari hot spot dan sejenisnya karena biang penyebab hot spot telah dihilangkan.

Berikut reaksi sederhana dari istilah tersebut di atas :

Reduksi / Pengaktifan Katalis : NiO + H2 <=> Ni + H2O

Deaktivasi oleh Sulfur : Ni + S <=> NiS

Regenerasi Katalis (dari Sulfur) : NiS + H2O <=> NiO + H2S
H2S + 2H2O <=> SO2 + 3H2
NiO + H2 <=> Ni + H2O


Selamat mempelajari dan menikmati fenomena alam yang luar biasa. Hasil ciptaan Yang Maha Kuasa !


Bontang, Manik Priandani, 04 Januari 2011